RESENSI BUKU
Oleh
Ummu Iffati A’yunin
Judul
Buku : Setengah Abad IMM MEREBUT MOMENTUM
MERETAS ZAMAN
MENDUNIAKAN GERAKAN
Editor
: Abdul Tulusang
Penerbit : CV. MEDIATAMA INDONESIA
Tahun
Terbit : Mei 2014
Harga
: Rp 50.000,00
Tebal
: 138 Halaman
Setengah Abad IMM MEREBUT MOMENTUM MERETAS ZAMAN MENDUNIAKAN GERAKAN adalah buku tentang
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang ditulis oleh Beni Pramula. Beni
Pramula merupakan Kabid Organisasi DPP IMM 2012-2014 dan pada muktamar di
Surakarta Mei 2014 memutuskan bahwa beliau menjadi ketua umum DPP IMM 2014 -
2016.
Buku ini dibuka dengan tulisan dari Menteri Pemuda dan
Olahraga Republik Indonesia bapak Roy Suryo pada kata pengantar yang ditulis
beliau. Beliau berpesan untuk para pemuda Indonesia khususnya para kader IMM di
seluruh Indonesia untuk bisa bersaing dan memenangkan persaingan tanpa
kehilangan akar budayanya untuk itu pemuda Indonesia harus minimal menguasai tiga
bahasa, yang pertama bahasa Indonesia, satu bahasa internasioal dan paling
tidak satu bahasa daerah. Seiring perubahan zaman dan dengan generasinya yang
datang silih berganti, pemuda diharapkan tangguh berdialetika dan merespons
dinamika kehidupan. Pesan tersebut ditulis di dalam kata pengantar buku ini.
Menilik sekilas, gaya penulisan buku ini semacam chicken soup sehingga pembaca mudah
larut dalam tiap bagian penulisan dari buku ini dan bahasa yang mudah dipahami.
Bagi para aktivis buku ini mudah untuk dicerna. Dan buku ini sangat cocok untuk
kalangan aktivis Muda Muhammadiyah agar terus berkarya hingga kancah
Internasional, Apalagi isi dari tiap bagianya mengupas tuntas tentang IMM. Buku ini banyak menyoroti tentang konsep dasar
gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, komitmen gerakan Ikatan, IMM dalam
bingkai kemusliman keindonesiaan dan kemuhammadiyaan dan Grand desain gerakan
IMM.
Buku ini juga merefleksikan setengah abad Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah dalam negara tercinta Indonesia. Menapak tilas pada tahun
1964 puncak kaum muda Muhammadiyah bergejolak untuk melahirkan organisasi
otonom yang bernama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Tidak hanya ditubuh
kaum muda Muhammadiyah, melainkan juga secara kolektif kaum muda negeri ini.
Pergulatan pada masa orde lama
mengamanahkan bagaimana IMM harus dilahirkan sebagai kehendak sejarah. Tepat
tahun 2014 ini, IMM sudah menginjak usia 50 tahun atau setengah abad.
Perjalanan yang tidak sebentar bagi sebuah organisasi gerakan mahasiswa dan
ortom Muhammadiyah.
Inilah dilema gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang
berdiri diatas dua kaki yakni sebagai gerakan mahasiswa islam dan ortom
Muhammadiyah hingga kadang tidak pernah selesai dengan urusan dirinya sendiri. Setelah
IMM bangkit kembali dari kevakuman kepemimpinan pusat yang ditandai dengan
diangkatnya Immawan Wahyudi oleh PP Muhammadiyah, perlahan IMM seperti
mempunyai nafas baru dengan hadirnya karya-karya intelektual berbasis
struktural. Namun, seperti ingin kembali mengulang masa kelam. Saat ini, Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah kembali mengalami kekisruhan struktural di tingkat pusat
yang menyebabkan kegamangan gerakan dan ragam pertanyaan yang terus memburu,
baik ditingkat pimpinan, kader hingga dunia jejaring sosial. Ditengah sebagian
rasa pesimis yang melanda kader IMM belakangan ini. Makin maraknya kalangan
yang ingin menumpang hidup di Muhammadiyah. Ataupun adanya upaya ingin
memanfaatkan jaringan massa Muhammadiyah dan IMM (Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah) untuk suksesi pemilu 2014. Maka, dibutuhkan sekumpulan orang yang
keluar dari geladak Muhammadiyah untuk selanjutnya bergerilya menopang,
membersihkan dan membangun Muhammadiyah diluar komando dan itu hanya bisa dilakukan
oleh gerakan kaum muda. Bukan bermaksud mengusik sejarah IMM (Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah) kembali namun ini dapat dijadikan bahan refleksi untuk pergerakan
IMM di tahun-tahun mendatang.
Penulis buku ini memberikan wejangan bagi kader kader IMM agar mampu memberikan banyak
kontribusi terhadap umat bangsa dan persarikatan sehingga keberadaan ikatan ini
tak lagi dikebiri dari berbagai sisi hanya karena dianggap kurang berkontribusi
IMM hari ini dan kedepan harus mampu mengahadapi tantangan global, merebut
momentum, meretas zaman dan menduniakan gerakan.
Pada bagian pendahuluan penulis fokus mengupas ulasan
mengenai IMM banyak mengalami masalah krusial baik dari kelahiran yang tak
dianggap tidak perlu maupun eksistensinya yang berusaha untuk dihilangkan,ataupun
kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah ini yang dipersoalkan. Hal tersebut
dapat menjadi cambuk bagi IMM untuk terus mengusahakan diri dalam kebaikan. Penulis
juga menggaris bawahi tentang konsep dasar gerakan IMM (Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah) pada bagian ini juga dijelaskan secara gamblang tentang ideologi
gerakan ikatan, didalamnya dijelaskan pula ideologi IMM memiliki konsep
ideologi yang komperhensif, konsep yang menyeluruh yang cukup mantap, tidak
goyah, dan stabil kedudukannya. Trilogi Iman-Ilmu-amal yang berkaitan dengan Trilogi
lahan garapan Keagamaan-Kemasyarakatan dan Kemahasiswaan dan juga Trikompetensi
Dasar Intelektualitas-Spiritualitas-Humanitas menjadi konsep khas gerakan
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) semuanya dijelaskan pada bagian konsep
dasar gerakan IMM. Selain Trilogi IMM pada bab awal (Konsep Dasar Gerakan IMM)
juga akan dijelaskan pula mengenai tajdid (pembaharuan) Trilogi, Falsafah
Gerakan Ikatan, Cendekiawan Berpribadi, Intelektual pembebas dan Praksis
Gerakan Keumatan.
Pada part
selanjutnya menjabarkan tentang komitmen gerakan ikatan, komitmen gerakan
ikatan ini membahas pemilihan seorang akademisi sebagai anggota IMM, membandingkan
antara akademisi dan intelektual, gerakan Intelektual dalam pandangan empiris,
gerakan religiustas antara fatalis dan realistis dan gerakan humanis bukan
sekadar konsep. Selanjutnya pembahasan yang lebih mendalam tentang Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dalam bingkai kemusliman, keindonesian dan
kemuhammadiyaan. Dalam bingkai kemusliman ini dijelaskan tentang identitas
intelektual IMM tidak terlepas dari konteks Intelektual Islam. Penulis ingin
menyampaikan mengapa IMM dapat dilihat dalam bingkai kemusliman karena IMM ini
tidak terlepas dari Islam, yang sama-sama menjadikan Al-qur’an dan Al-Hadits sebagai
Sumber dari segala Sumber. Sehingga IMM ini dapat dikatakan sebagai intelektual
muslim (islam). Dalam Pembahasan kemusliman ini penulis juga menyampaikan
gagasan Dawam Rahardjo, tentang istilah intelektual muslim (islam), Dawam
Rahardjo mengartikan bahwa keintelektualan adalah konsekuensi dari ke-Islaman.
Penulis juga membahas keadaan obyektif para inteltual Muslim, komunitas
intelktual muda bernama ”Gerakan Mahasiswa” dan Dijelaskan pula cara membangun
intelektualitas kader IMM. Dalam bingkai keindonesiaan Penulis ingin
menyampaikan pesan tentang predikat IMM sebagai kader bangsa mendahului
predikat kader umat, bukanlah sekadar faktor semantic, tetapi sesuatu yang
hadir dari ideologis para cendekia muda Ikatan Mahasiswa Muhammmadiyah yang
sadar akan dinamika sejarah peradaban bangsanya. Beni Pramula selaku penulis
juga berharap pula agar IMM dapat mengaktualisasikan konsep tauhid sosialnya
Amien Rais. Selain itu Penulis juga menuliskan lima skala prioritas IMM dalam
memeringati milad tahun ini (baca,2014). Dan pada bingkai kemuhammadiyahan,
Penulis ingin menyampaikan bahwa Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai
organisasi ortom Muhammadiyah jelaslah kedudukannya. Sehingga konsep perkaderan
yang dilakukan oleh IMM haruslah mengikuti perkaderan yang dilakukan oleh
Muhammadiyah.
Penulispun juga menyampaikan makna dan cita-cita yang
diinginkan Muhammadiyah pada Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah melahirkan
cendekiawan muslim yang berakhlak mulia dan mengupayakam terbentuknya
masyarakat utama dalam mencapai masyarakat yang berkeadilan dan sejahtera dalam
naungan Allah SWT. Bahasan terakhir dalam bab ketiga ini membahas tentang
Ikatan sebagai organisasi kader dan gegap gempita Muktamar setengah abad.
Sebelum penutup buku ini membahas mengenai grand desain
gerakan IMM. Pembahasan tentang grand desain gerakan banyak menyinggung tentang merebut momentum dan sedikit
menyinggung mengenai kelahiran IMM, terdapat pula sebuah pertanyaan yang
menyatakan “kader IMM masihkah berMuhammadiyah? Bangga menjadi kader IMM dilingkungan
Muhammadiyah? Muktamar setengah Abad IMM semoga bukan Akhir? dan masih ada
pembahasan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan antara IMM dan Muhammadiyah
serta penjelasan IMM dalam konteks kebangsaan juga dijelaskan pada bab ini.
Tak kalah menarik juga pada bagian grand desain ini juga
membahas mengenai peran IMM dalam skala internasional terlebih menyikapi pasar
bebas ASEAN ada tahun 2015. Dibukanya pasar bebas ASEAN setidaknya memerlukan peran
akademisi muda untuk mempersiapakan diri
menghadapi pasar bebas. Peran IMM disini haruslah menjadi motor penggerak
komunikatif dalam ruang publik dan Peran Strategis IMM di Masa Depan dalam
upaya membangun dan menyiapkan sumber daya manusia berkualitas, terutama dalam
menghadapi abad persaingan global. Pada bab ini penulis menyampaikan pula
bagaimana kesiapan Bangsa Indonesia menjelang pemberlakuan masyrakat ekonomi
ASEAN, pandangan skeptis pejabat mengenai hal ini, dan kendala-kendala yang
akan dihadapi. Dalam menghadapi ekonomi ASEAN ini penulis memandang bahwa
Indonesia belum dapat mensejajarkan diri untuk “berdiri sama tinggi dan duduk
sama rendah”. Dibahas pula mengenai langkah dan persiapan menghadapi era pasar
bebas ASEAN, Tantangan Global, dan bagaimana Menduniakan Gerakan IMM.
Tulisan favorit saya pada buku ini adalah pada bagian IMM
dalam bingkai kemusliman, keindonesianan dan kemuhammadiyaan. Pada bagian ini
dijelaskan mengenai konsep kemusliman, keindonesian dan kemuhammadiyaan.
Sehingga saya dapat mengkorelasikan antara ketiga hal penting tersebut. Melalui
buku ini, pembaca khusunya kader IMM dapat mengambil ibroh (hikmah) dari tulisan-tulisan penulis yang banyak memberikan
harapan-harapan untuk pergerakan IMM kedepan. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)
sebagai bagian kaum muda Muhammadiyah, harus mengambil peran aktif untuk
keberlangsungan masa depan persyarikatan diabad kedua puluh. Hal yang paling
rasional bagi IMM saat ini adalah peningkatan kapasitas intelektual dan
kemapanan ekonomi, hingga dikemudian hari kader IMM bukan hanya sekumpulan orang
yang menggantungkan kebutuhan hidupnya terhadap Muhammadiyah.
Ada baiknya penulis melampirkan hal yang perlu
dilampirkan saja. Saya agak sedikit risih dengan lampiran yang begitu banyak
dari buku ini. Jumlah lampiran hampir menyamai jumlah tulisan dalam buku ini.
Tentunya manusia tak pernah luput dari dosa, begitu juga dalam penulisan buku
ini masih ada beberapa kesalahan kata pada kata yang seharusnya ditulis
“sekadar” menjadi sekedar, terdapat pula kesalahan pemisahan kata, seperti yang
tertulis dalam halaman 26 “danmesti”. Ada kekurangan ada pula kelebihannya. Kelebihan
dalam penulisan buku ini adalah mudah dicernanya bahasa yang digunakan dalam
penulisan buku ini.
Barangkali, buku ini masih jauh dari kata “sempurna”.
Namun, setidaknya penulis dalam buku ini, berani menulis tentang tantangan
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah di masa yang akan datang. Semoga buku “Setengah Abad IMM MEREBUT
MOMENTUM MERETAS ZAMAN MENDUNIAKAN GERAKAN” ini bermanfaat bagi semuanya.
Selamat Milad IMM ke-50 tahun.
0 komentar:
Posting Komentar