Sabtu, 25 Juni 2016

Ringkasan "Menjadi Guru di Masa Kebangunan"



Menjadi Guru di Masa Kebangunan
Oleh Ir. Soekarno

Diringkas kembali oleh Ummu Iffati A’yunin
Prodi PIPS FIS UM
Kader Muhammadiyah, IMM Universitas Negeri Malang


Di masa kebangunan semua orang harusnya dapat menjadi pemimpin dalam hal ini adalah guru. Contohnya pahlawan politik menjadi guru bagi massa yang mendengarkan pidato, jurnalis menjadi guru bagi para pembacanya, Lurah menjadi guru bagi masyarakat desa. Bahkan
soekarno mengatakan betapa hebatnya menjadi guru di sekolahan yang membentuk akal dan jiwa anak-anak karena masa depan manusia ada di tangan guru.
Menjadi guru adalah hal yang mulia, menjadi guru tidak hanya dapat dikatakan sebagai mengabdi kepada bangsa dan negara. Tidak hanya dapat dikatakan sebagai menjemput suatu kehormatan, tidak hanya dapat dikatakan sebagai menuntaskan cita-cita kemerdekaan, tetapi menjadi guru adalah menjalankan perintah Tuhan YME. Ada satu peribahasan belanda yang mengatakan "wie de jeugd heeft, heeft de toekomst" yang artinya "yang memiliki pemuda, memiliki masa depan". Peribahasa tersebut dianggap kuno oleh sebagian besar masyarakat pada era sebelum kebangunan. Namun tidak berarti demikian bagi taman siswa, perguruan nasional. Taman siswa menganggap bahwa peribahasa tersebut masih relevan dan bukanlah suatu hal yang basi. "Hanya guru yang benar-benar rasul kebangunan dapat membawa anak ke dalam alam kebangunan. Hanya guru yang dadanya penuh dengan jiwa kebangunan dapat menurunkan kebangunan ke dalam jiwa anak".
Pendidikan adalah pilar kemandirian suatu bangsa. Pendidikan adalah solusi yang tepat menyelesaikan berbagi persoalan yang muncul di tanah air. Dengan pendidikan manusia Indonesia akan mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah.  Soekarno menyebut tiga soko guru yang penting. Soko guru tersebut adalah "Roh kerakyatan, roh kemerdekaan dan roh kelaki-lakian/kestria. Soko guru tersebut tidak diajarkan dengan materi yang bersifat teknis namun dengan pengaplikasian atau dengan kata lain “diamalkan”. Ketiga soko guru tersebut haruslah tertanam dalam jiwa/ dalam roh. Harus sudah ada penjiwaan terhadap tiga soko guru tersebut agar dapat menularkan jiwa2 tersebut kepada muridnya.
Jika menilik dari sejarah bangsa Indonesia, memang bangsa Indonesia adalah bangsa yang hebat dahulunya. Namun jika kita sampai saat ini hanya dapat mengagumi kehebatan bagsa yang terdahulu tanpa melakukan apapun. Itu berarti sama halnya dengan kita merindui puteri yang mati.
Demikianlah hebatnya tanggungan seorang guru. Seorang guru harus dapat membentuk roh si guru sebelum dapat menjadi rasul kebangunan. Guru memikul tanggung jawab yang berat terhadap negeri dan bangsanya. Bahkan sebenarnya guru lebih penting dari pemimpin politik, jurnalis, pegawai pemerintah dll.

0 komentar:

Posting Komentar