Menjadi
Guru di Masa Kebangunan
Oleh Ir. Soekarno
Diringkas kembali oleh
Ummu Iffati A’yunin
Prodi PIPS FIS UM
Kader Muhammadiyah, IMM
Universitas Negeri Malang
Di masa kebangunan
semua orang harusnya dapat menjadi pemimpin dalam hal ini adalah guru.
Contohnya pahlawan politik menjadi guru bagi massa yang mendengarkan pidato,
jurnalis menjadi guru bagi para pembacanya, Lurah menjadi guru bagi masyarakat
desa. Bahkan
soekarno mengatakan
betapa hebatnya menjadi guru di sekolahan yang membentuk akal dan jiwa
anak-anak karena masa depan manusia ada di tangan guru.
Menjadi guru adalah hal
yang mulia, menjadi guru tidak hanya dapat dikatakan sebagai mengabdi kepada
bangsa dan negara. Tidak hanya dapat dikatakan sebagai menjemput suatu
kehormatan, tidak hanya dapat dikatakan sebagai menuntaskan cita-cita
kemerdekaan, tetapi menjadi guru adalah menjalankan perintah Tuhan YME. Ada
satu peribahasan belanda yang mengatakan "wie de jeugd heeft, heeft de toekomst"
yang artinya "yang memiliki pemuda, memiliki masa depan". Peribahasa
tersebut dianggap kuno oleh sebagian besar masyarakat pada era sebelum
kebangunan. Namun tidak berarti demikian bagi taman siswa, perguruan nasional.
Taman siswa menganggap bahwa peribahasa tersebut masih relevan dan bukanlah
suatu hal yang basi. "Hanya guru yang benar-benar rasul kebangunan dapat
membawa anak ke dalam alam kebangunan. Hanya guru yang dadanya penuh dengan
jiwa kebangunan dapat menurunkan kebangunan ke dalam jiwa anak".
Pendidikan adalah pilar
kemandirian suatu bangsa. Pendidikan adalah solusi yang tepat menyelesaikan
berbagi persoalan yang muncul di tanah air. Dengan pendidikan manusia Indonesia
akan mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Soekarno menyebut tiga soko guru yang penting.
Soko guru tersebut adalah "Roh kerakyatan, roh kemerdekaan dan roh
kelaki-lakian/kestria. Soko guru tersebut tidak diajarkan dengan materi yang
bersifat teknis namun dengan pengaplikasian atau dengan kata lain “diamalkan”.
Ketiga soko guru tersebut haruslah tertanam dalam jiwa/ dalam roh. Harus sudah
ada penjiwaan terhadap tiga soko guru tersebut agar dapat menularkan jiwa2
tersebut kepada muridnya.
Jika menilik dari
sejarah bangsa Indonesia, memang bangsa Indonesia adalah bangsa yang hebat
dahulunya. Namun jika kita sampai saat ini hanya dapat mengagumi kehebatan
bagsa yang terdahulu tanpa melakukan apapun. Itu berarti sama halnya dengan
kita merindui puteri yang mati.
Demikianlah hebatnya
tanggungan seorang guru. Seorang guru harus dapat membentuk roh si guru sebelum
dapat menjadi rasul kebangunan. Guru memikul tanggung jawab yang berat terhadap
negeri dan bangsanya. Bahkan sebenarnya guru lebih penting dari pemimpin
politik, jurnalis, pegawai pemerintah dll.
0 komentar:
Posting Komentar